Kamis, 19 April 2012



Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani diseluruh Indonesia.
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Sesuai dengan nama latinnya, Oniloticus berasal dari sungai Nil dan danau-danau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Sekarang ikan ini telah tersebar di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat baik.
Bibit ikan nila telah beberapa kali didatangkan ke Indonesia, yang pertama berasal dari Taiwan. Bibit asal Taiwan ini berwarna gelap dengan garis-garis vertikal sebanyak 6-9 buah di bagian ekornya. Kemudian didatangkan lagi bibit ikan nila dari Filipina yang berwarna merah. Sampai sekarang bibit nila galur asli, baik yang merah maupun yang hitam, masih didatangkan dari luar negeri untuk memperbarui pesediaan induk (parent stock). Persediaan induk berguna untuk menjaga agar hibrida yang dibudidayakan tidak menurun keunggulannya.
Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah, karena kemampuan adaptasi bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, dan mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.
Daging disisi badan cukup tebal sehingga baik untuk fillet (sayatan daging tanpa tulang). Fillet nila sngat disukai oleh konsumen di luar negeri. Produk ini dapat dimasak dengan berbagai bumbu dan saus atau dijadikan isi sandwhich.
Para pakar budi daya ikan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) menganjurkan agar ikan nilotica ini dibudidayakan oleh penduduk berpenghasilan rendah untuk memperbaiki gizi keluarga. Ini karena ikan nila cepat berkembang biak, mudah dibudidayakan, dan dapat dipelihara di kolam yang sempit, seperti kolam pekarangan atau comberan.
TABEL 1. NEGARA PEMASOK KEBUTUHAN NILA AMERIKA SERIKAT
http://leugeu.files.wordpress.com/2009/12/ee.jpg?w=300&h=92
Sumber : U.S Departement of commerce, 1993
Nila hibrida merah dan putih telah dikembangkan dengan sistem budidaya keramba jaring apung. System budidaya tersebut banyak dilakukan diwaduk Jatiluhur, Saguling, dan Cirata di Jawa Barat, waduk Gajahmungkur dan waduk Kedungombo di Jawa Tengah.
Bagi Indonesia, ikan nila mempunyai arti ekonomi yang cukup penting karena nila merah yang disebut nirah dapat diekspor. Permintaan pasar dunia meningkat dari tahun ke tahun.
Menurt Direktorat Jenderal Perikanan, ekspor ikan nila dalam bentuk fillet beku pada tahun 1993 mencapai 56% dari total impor ikan nila Amerika. Sedangkan menurut U.S. Departement of commerce(1993), Indonesia menduduki urutan keempat sebagai pemasok ikan nila ke USA setelah Taiwan, Kosta Rika, dan Kolombia.
Sebenarnya Amerika juga membudidayakan ikan O. niloticus dengan total produksi 90 juta pon pada tahun 1992/1993. Namun, karena terbentur pada biaya produksi yang tinggi maka negara ini lebih suka mengimpor.
Kebutuhan ikan nila di Amerika terus meningkat, karena harganya lebih murah dari jens ikan lain. Ikan ini juga tidak mengandung kolesterol. Nilai lebih ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya.
Negara lain yang juga menggemari ikan nila ialah Kuwait dan Arab Saudi. Namun, kebutuhan tersebut telah disuplai oleh Taiwan.
1.   A. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut klasifikasi yang terbaru (1982) nama ilmiah ikan nila ialah Oreochromis niloticus. Nama genus Oreochromis menurut klasifikasi yang berlaku sebelumnya disebut Tilapia. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh para ilmuwan meskipun di kalangan awam tetap disebut Tilapia nilotica.
Perubahan klasifikasi tersebut dipelopori oleh Dr. Trewavas (1980) dengan membagi genus Tilapia menjadi tiga genus berdasarkan perilaku kepedulia induk ikan terhadap telur dan anak-anaknya. Memang golongan ikan ini mempunyai sifat yang unik setelah memijah. Iduk betina mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini dalam bahasa Inggris disebut mouth breeder (pengeram telur dalam mulut).
Ide Dr. Trewavas telah disepakati oleh para ahli ikan (ichthyolog) sehingga pembagian genus itu adalah sebagai berikut.
-          Genus Oreochromis
Pada genus Oreochromis induk ikan betina mengerami telur di dalam rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya. Anggota genus ini adalah Oreochromis hunter, O. niloticus, O. mossambicus, O. aures, dan O. spilurus.
-          Genus Sarotherodon
Pada genus sarotherodon induk jantanlah yang mengarami telur dan mengasuh anaknya. Contoh spesiesnya adalah Sarotherodon melanotherdon dan S. galilaeus.
-          Genus Telapia
Ikan dalam genus Tilapia memijah dan menaruh telur pada suatu tempat atau benda (subtrat). Induk jantan dan betina bersama-sama atau bergantian menjaga telur dan anak-anaknya. Contoh spesiesnya adalah Tilapia sparmanii, T. rendalli, dan T. zillii.
Ikan nila (O. niloticus) bersaudara dekat dengan ikan mujair (O. mossambicus) yang telah tersebar luas di Indonesia sejak perang dunia kedua. Ikan mujair kurang disukai petani karena lambat prtumbuhannya, sangat rkus tapi tidak gemuk. Ikan mujair juga cepat sekali beranak pinak sehingga sangat mengganggu ikan lain yang sama-sama dipelihara di kolam. Akibatnya muncul anggapan bahwa mujair adalah hama yng harus diberantas.
Untuk mengantikan ikan mujair maka didatangkan bibit ikan nila dari mancanegara untuk disebarluaskan. Ini karena ikan nila mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan. Nila efesien dalam menggunakan pakan, bersifat omnivora, cepat pertumbuhannya, berdaging tebal, dan mirip daging ikan kakap merah rasanya.
Setiap spesie mempunyai cirri-ciri khas. Ciri-ciri pada ikan nila adalah garis vertical yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat di sirip punggung dan sirip dubur. Sedangkan mujair tidak memilki garis-garis vertikal di ekor, sirip punggung, dan di sirip dubur.
Klasifikasi  lengkap yang kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah dirumuskan oleh Dr. Trewavas.
Filum                       : Chordate
Sub-filum              : Vertebrata
Kelas                       : Osteichthyes
Sub-kelas              : Acanthoptherigii
Ordo                       : Percomorphi
Sub-ordo               : Percoidea
Famil                       : Cichlidae
Genus                    : Oreochromis
Jenis (spesies)    : Oreochromis niloticus
Golongan ikan Tilapia (yang sudah dipecah menjadi tiga genus tadi) berasal dari Afrika. Sifatnya yang produktif dan efesien dalam menggunakan pakan menyebabkan ikan ini disukai oleh berbagai bangsa.
Para ilmuwan telah memuliakan ikan Tilapia ini dengan cara mengawinsilangkan antarjenis sehingga diperoleh keturunan (hibrida) yang sifatnya dalam beberapa hal lebih baik dari jenis aslinya.
Taiwan telah menghasilkan ikan nila hibrida dari hasil kawin silang antara O. niloticus dengan O. aureus. Sedangkan Filipina menghasilkan ikan nila hibrida yang berwarna merah. kedua jenis hibrida ini didatangkan ke Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Bibit nila hibrida asal Taiwan masuk ke Indonesia pada tahun 1969. Ikan jenis ini berwarna kelabu kehijauan dengan garis-garis vertikal berwarna gelap pada sirip-siripnya. Namun, ikan galur murni T. nilotica ini mudah dikawin silang secara liar dengan ikan mujair sehingga sukar dikendalikan kemurniannya. Oleh karena itu, galur murni untuk keperluan kawin silang harus selalu didatangkan dari luar negeri. Galur murni untuk keperluan ini disebut stok induk.
Nila hibrida asal Filipina masuk ke Indonesia pada tahun 1981 dan sudah disebarluaskan keseluruh Indonesia. Ikan nila merah ini kemudian diberi nama ikan nirah.
Di Indonesia kini terdapat ikan nila merah yang bebrcak hitam. Selain itu, ada juga ada yang berwarna kekuningan agak jingga atau putih (bulai). Ikan nila yang berwarna-warna itu lebih disukai karena dagingnya lebih putihseperti ikan kakap merah. bahkan menurut penelitian pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan ikan nila biasa/hitam.
1.   A. Penyebaran
Ikan nila berasal dari Afrika bagian timur, seperti di sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Ikan ini lalu dibawa orang ke Eropa, Amerika, Negara-negara Timur Tengah, dan Asia. Konon ikan nila ini telah dibudidayakan di 110 negara. Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi.
1.   B. Habitat
Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau hewan hidup dan berkembang biak.
Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam dinaikkan sdikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan.
Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8.
Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jarring terapung di laut.
Suhu optimal untuk ikan nila antara 25-300 C. oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500m dpl).
1.   C. Pertumbuhan
Beberapa faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila adalah sebagai berikut.
1.   1. Kualitas air optimal
Kualitas air yan kurang baik mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Beberapa hal yang dapat menurunkan kualitas lingkungan adalah pencemaran limbah organik, bahan buangan zat kimia dari pabrik, serta pestisida dari penyemprotan disawah dan kebun-kebun.
Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lai halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya akan plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena mengandung Diatomae. Plankton ini baik untuk makanan ikan nila. Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan. Derajat kecerahan air diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm. cara menggunakan piring secchi adalah dengan menenggelamkannya di kolam/tambak pada kedalaman air 20-35 cm. bila angka secchi kurang dari 20 cm berarti plankton terlalu padat. Ini berbahaya bagi ikan karena plankton yang pekat itu dapat mati serentak dan membusuk dalam air sehingga air menjadi baud an kekurangan oksigen. Akibatnya ikan akan mati.
1.   2. Makanan
Ikan nila akan mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Sedangkan ikan mas hanya dapat tumbuh baik bila kadar protein pakannya 30-45%. Nila bersifat omnivore. Nila akan cepat tumbuh bila hidup di perairan yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan lunak, seperti Hydrilla, ganggang sutera, plankton, dan kelakap.
Desember 23, 2009

Telah dilakukan penelitian aktivitas imunostimulan pada mencit BALB/c terhadap daun Eupatorium inulifolium H.B.K., batang Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. f. & Thoms, herba Centella asiatica (L.) Urban, daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., rimpang Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, rimpang dan umbi Kaempferia rotunda L., rimpang Curcuma mangga Val. & van Zijp. Ekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70% untuk daun dan batang, serta pelarut n-heksana untuk rimpang. Evaluasi aktivitas imunostimulan (aktivitas respon imun spesifik, non-spesifik, humoral dan seluler) dengan empat metode : bersihan karbon, peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa, penentuan titer antibodi, dan hipersensitivitas tipe lambat. Dalam penapisan, semua ekstrak uji dapat meningkatkan kemampuan fagositosis partikel karbon, dan jumlah sel limfosit limpa dibandingkan kontrol dan Dendrophthoe pentandra (L.) Miq paling bermakna. Fraksi aktif Dendrophthoe pentandra(L.) Miq adalah fraksi n-heksana (HD) dan fraksi etanol (ED). Hasil fraksinasi HD dengan KCV dengan pelarut landaian n-heksana- etil asetat diperoleh delapan subfraksi, sedangkan ED dengan pelarut landaian n-heksana- etil asetat dan etil asetat – metanol diperoleh enam subfraksi. Fraksi HD dan subfraksi n-heksana (HD5) serta fraksi etanol (ED) dan subfraksi etanol (ED4) menunjukkan aktivitas imunostimulan dengan metode bersihan karbon dan peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa.
(1)     HD54 dan ED44 menunjukkan aktivitas imunostimulan non-spesifik. Aktivitas ED44 (dosis 16 mg/kg bb) paling kuat dengan indeks fagositosis K = 1,78 (P<0,05), sebanding dengan HD54 (dosis 1 mg/kg bb) dengan K = 1,70 (P<0,05). Aktivitas kedua isolat sebanding dengan pembanding Zymosan A (dosis 10 mg/kg bb) dengan K = 1,44 (P<0,05).
(2)     ED44 (dosis 8 mg/kg bb) meningkatkan jumlah sel limfosit limpa paling tinggi sebesar 72,88 % dibandingkan terhadap kontrol (P<0,01), berbeda bermakna (P<0,05) terhadap pembanding Zymosan A (41,90 %). Dan HD54 (dosis 1 mg/kg bb) meningkatkan sebesar 53,44 % (P<0,01), tidak berbeda bermakna dengan pembanding Zymosan A. Kedua isolat tidak berbeda secara bermakna.
(3)     ED44 (dosis 16 mg/kg bb) HD54 (dosis 2 mg/kg bb) menunjukkan titer antibodi paling tinggi baik pada mencit normal (ED44 dengan pengenceran 1 : 3328 dan HD54 dengan pengenceran 1 : 1536) maupun yang tertekan sistem imunnya oleh prednison (pengenceran 1 : 4608 untuk ED44 dan pengenceran 1 : 3072 untuk HD54). Titer antibodi keduanya lebih besar dibandingkan pembanding Zymosan A (dosis 10 mg/kg bb) pada mencit normal maupun yang tertekan sistem imunnya (pengenceran 1 : 1024 dan pengenceran 1 : 1280).
(4)     HD54 (dosis 4 mg/kg bb) dan ED44 (dosis 4 mg/kg bb) menunjukkan respon imun seluler secara bermakna (P < 0,01) dibandingkan dengan kontrol pada mencit normal. Keduanya tidak berbeda secara bermakna ( P < 0,05) pada dosis sama terhadap peningkatan ketebalan kaki mencit dan lebih besar dibandingkan dengan kelompok Zymosan A (P < 0,05) pada mencit normal. Pada mencit yang tertekan sistem imun dengan pemberian prednison, HD54 meningkatkan efek imunostimulasi lebih besar dan bermakna dari isolat ED44, dan tidak berbeda bermakna dengan Zymosan A (P < 0,05).Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet-visible, spektrofotometri inframerah, spektrometri massa dan spektrometri resonansi magnet inti menunjukkan bahwa isolat HD54 adalah β-sitosterol dan ED44 adalah kuersitrin.
Isolat HD54 dan ED44 sampai dosis 2000 mg/kg bb mencit tidak toksik setelah dilakukan uji toksisitas akut oral.

Filed under: Uncategorized — Tinggalkan Komentar
Juni 22, 2009
PEMBENIHAN IKAN MAS

PENDAHULUAN

Benih  ikan Mas  merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya ikan mas di kolam. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala
dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan
penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat
dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
PENGERTIAN
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karenaresiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga.

Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih
hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking).
Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi  masyarakat sekitar hatchery.
PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
1.   Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.

2.   Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-31,0 0C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3.   Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemic harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
SARANA DAN PRASARANA
1) Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.

1.   Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.

2.   BakPemeliharaanInduk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.

3.   BakPemeliharanTelur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir
per liter.

4.   Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva
diberi penutup berupa terval plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.

5.   Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi baton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
2) Sarana Penunjang
Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.

1.   Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat
hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
2.   Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam
3.   keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.
3) Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna,ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
TEKNIK PEMELIHARAN
1) Persiapan Opersional.
1.   Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
2.   Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
3.   Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
2) Pengadaan Induk.
1.   Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
1.   Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
2.   Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
3.   Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.
3) Pemeliharaan Induk
1.   Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
2.   Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
3.   Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
4.   Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0C.
4) Pemilihan Induk
1.   Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
2.   Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
3.   Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
4.   Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
5) Pematangan Gonad
1.   Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
2.   Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis
3.   100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
6) Pemijahan Alami.
1.   Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
2.   Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
3.   Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.

4.   Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi
secara eksternal.
7) Pemijahan Buatan.
1.   Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
2.   Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
3.   Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
4.   Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8) Penanganan Telur.
1.   Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
2.   Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
3.   Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
4.   Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9) Pemeliharaan Larva.
1.   Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
2.   Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
3.   Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
4.   Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
5.   Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
10) Pemberian Makanan Alami
1.   Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
2.   Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.

Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.  Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
11) Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan
dan ketepatan waktu. TTG BUDIDAYA PERIKANAN Hal. 10/ 15
Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik
yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih
dengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah
serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangkitangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah
penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran
40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
12).Budidaya rotifera.  Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya
berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen  penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh darivolume wadah.Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegahkemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk
mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat
pertumbuhan chlorella.Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu
perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter.

PANEN
1) Panen dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1×5,5×0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok. Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi.Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang.Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva ataudipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2) Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40×60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 –16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi.
3) Panen dan Distribusi Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm (gambar XI.3) supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
Filed under: Uncategorized — 1 Komentar
Desember 20, 2008

ikan-nila1

Ringkasan
AKUAKULTUR
Ismail
Pengertian dan Ruang Lingkup Akuakultur
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme ) akuatik dilingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan (profit)
Dalam usaha akuakultur mencakup :
a. Pembenihan ikan
·         Pemmilihan induk
·         Pemijahan induk
·         Penetasan telur
·         Pemeliharaan larva
·         Pendederan
b. Pembesaran
·         Efesiensi pakan
·         Konversi pakan
c. Nutrisi pakan
·         Formula pakan
·         Nilai gizi
d. Kualitas air
e.
Sistem pengadaan sarana dan prasarana produksi akuakultur
1.           Prasarana produksi
· Pemilihan lokasi
· Pengadaan bahan dan
· Pembangunan fasilitas produksi
1.           Sarana produksi
· Pengadaan induk
· Benih
· Pakan
· Pupuk
· Obat-obatan
· Pestisida
· Peralatan akuakultur dan
· Tenaga kerja
Subsistem proses produksi
·         Persiapan akuakultur
·         Penebaran (stocking)
·         Pemberian pakan
·         Pengelolaan lingkungan
·         Kesehatan ikan
·         Pemantauan ikan
·         Pemanenan
Subsistem penanganan pasca panen dan pemasaran
·         Meningkatkan mutu produk
·         Distribusi produk dan
·         Pelayanan (servis) terhadap konsumen
Subsistem pendukung
·         Aspek hukum (UU dan kebijakan )
·         Aspek keuangan (pembiayaan/kredit,pembayaran)
·         Aspek kelembagaan (organisasi perusahaan, asosiasi, koperasi, perebankan, lembaga birokrasi, lembaga riset, dan pengembngan
Ruang lingkup akuakultur sebagai suatu sistem usaha (bisnis)

Produksi-produksi

Tujuan Akuakultur
Tujuan akuaultur adalah memproduksi iksn dan akhirnya mendapat keuntungan serta memnuhi kebutuhan hidup manusia dalam hal pangan dan bukan pangan ( non < food uses)
Secara spesifik tujuan akuakultur untuk :
1.   Produksi makanan
2.   Perbaikan stok alam
3.   Produksi ikan untuk rekreasi
4.   Produksi ikan umpan
5.   Produksi ikan hias
6.   Daur ulang bahan organik
7.   produksi bahan industri
Komoditas Akuakultur
Komoditas adalah barang atau produk yang bisa diperdangankan , jadi komoditas akuakultur adalah spesies atau jenis ikan (dalam arti luas) yang diproduksi dalam kegiatan akuakultur dan menjadi barang /produk yang bisa diperdagangkan.
Golongan ikan adalah spesies akuakultur yang memiliki sirip sebagai organ penggeraknya.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan ikan adalah :
·         Ikan mas ( Cyprinus carpio )
·         Ikan nila ( Oreochromis niliticus )
·         Ikan lele ( Clarias sp )
·         Ikan gurami ( osphronemus gouramy )
·         Ikan patin ( Pangosius sp )
·         Ikan kerapu macan ( Epinephelus fusguttatus )
·         Ikan kerapu bebek ( Cromiletes altivelis )
·         Ikan kakap putih ( Lates calcarifer )
·         Ikan bandeng ( chanos chanos )
Golongan udang adalah spesies akuakultur yang memiliki karapas yaitu kulit yang mengandung kitin sehingga bisa mengeras.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan udang adalah :
·         Udang windu ( Paneos monodon )
·         Udang vanamei ( Litopaneus vannamei)
·         Udang bru ( Panaeus stylostris )
·         Udang putih ( Panaeus japonicus )
·         Udang galah crobrach tawar ( Macrobrachium rasenbergit )
·         Udang cerax ( Cherax sp )
·         Udang lobster ( Homarus sp )
·         Kepiting bakau ( Scylla serrata )
Golongan moluska adalah spesies akuakultur yang memiliki cangkang yang keras.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan moluska adalah :
·         Karang mutiara ( Pinctada maxima )
·         Abalone ( Heliotis sp.)
·         Kerang hijau ( Mytilus sp.)
·         Kerang darah ( Anadara sp.)
Ekinodermata adalah spesies akuakultur yang memiliki kulit berduri berfungsi untuk alat bergerak.
Contoh komoditas akuakultur dari ekinodermata adalah :
·         Teripang ( Holothuria sp.) yang memiliki nama perdagangan sea cucumber
Golongan alga adalah spesies akuakultur dari bersel tunggal, terdiri dari mikrialga dan makroalga.
Contoh mikroalga/fitoplanton adalah Chlorella sp. Umumnya berupa makanan alami bagi komoditas akuakultur lainnya, terutama untuk larva dan benih, kecuali yang telah menjadi makanan kesehatan manusia.
Contoh makroalga adalah rumput laut seperti Euchema cottonii dan Glacilaria sp.
Komodits akuakultur yang sekaran sedang giat diusahakan adalah koral. Biota ini selain untuk tujuan perdagangan, juga untuk konservasi terumbu karang.
Berdasarkan jenis pakannya, komoditas akuakultur secara alamiah dikelompokan menjadi 3 golongan :
1.   Herbivora
Golongan herbivora adalah spesies akuakultur dengan makanan utamanya berupa tanaman ( nabati ) contoh gurami sebagai pemakan daun (makrovita ), kowan ( Ctenopharyngodon idella), dan tawes ( Puntius javanicus ) sebagai pemakan rumput, ikan mola ( Hypophthalmichthys molitrix ) dan tambakan sebagai pemakan fitoplanton (mikrofita ), bandeng sebagai pemakan klekap, serta sepat ( Trichogaster sp ) sbagai penakan fitoplanton atau perifiton. Klekap adalah koloni makanan alami yang terdiri dari lumut, perifiton, dan benthos yang tumbuh didasar tambak. Spesies herbivora pemakan fitoplanton disebut pula sebagai herbivor microfiltering ( fitofagus )
2. Karnivora
Golongan karnivora adalah spesies akuakultur pemakan daging (hewani) sehingga hewan ini disebut ikan prdator. Contohnya adalah kerapu, kakap putih, betutu, belut, udang, dan lobster. Dalam akuakultur, ikan predator ini diberi pakan berupa rucah segar atau memangsa ikan lainnya dan ikan berukuran lebih kecil. Umumnya spesies predator relatif sulit menerima pakan buatan, antara lain berupa pelet. Kerapu dan kakap putih sudah bisa menerima pakan pelet melalui serangkaian pembelajaran makanan (weaning) .
3. Omnivora
Golongan omnivora adalah spesies akuakultur yang bisa makan segala jenis makanan. Makanan yang dikonsumsi spesies ini bisa sebagian besar dari kelompok nabati sehingga disebut ikan omnivora yang cenderung herbivora, contohnya ikan mas, nila, mujair, koki dan koi. Spesies golongan ini juga mengonsumsi makanan yang sebagian besar dari kelopok hewani sehingga disebut ikan omnivora yang mengarah ke karnivora, contohnya ikan lele, patin, sidat, udang windu, udang galah, udang vanamei, dan udang biru.
Komoditas ikan laut : kerapu macan, kerapu bebek, napolion, karang mutiara, dan rumput laut.
Komoditas ikan tawar : ikan mas, lele, gurami, nila, mujair, dan patin.
Komoditas air payau : udang windu dan bandeng.
Pemilihan spesies untuk akuakultur didasarkan kepada pertimbangan karakteristik biologi, dan pasar serta sosial ekonomi.
1. Pertimbangan biologi
Meliputi reproduksi, fisiologi, tingkah laku, morfologi, ekologi dan distibusi biota yang akan dikembangkan sebagai komoditas akuakultur. Beberapa pertimbangan biologi tersebut adalah :
a. Kemampuan memijah dalam lingkungan bubidaya dan memijah secara buatan
b. Ukuran dan umur pertama kali matang gonad
c. Fekunditas
d. Laju pertumbuhan dan produksi
e. Tingkat trofik
f. Toleransi terhadap kualitas air dan daya adaptasi
g. Ketahanan terhadap stres dan penyakit
h. Kemampuan mengonsumsi pakan buatan
i. Konversi pakan
j. Toleransi terhadap penanganan
k. Dampak terhadap limgkungan
2. Pertimbangan eknomi dan pasar
Pertimbangan konomi dan pasar lebih penting daripada pertimbangan biologi dalam memilih spesies untuk dikulturkan. Pertimbangan ekonomi dan pasar dalam memilih spesies mencakup beberapa hal, antara lain :
a. Permintaan pasar
b. Harga dan keuntungan
c. Sitem pemasaran (marketing)
d. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dan
e. Pendapatan masyarakat
Domestika dan Introduksi spesies baru
A. Domestika spesies adalah menjadikan spesies liar ( wild species ) menjadi spesies akuakultur. Ada tiga tahapan domestikasi spesies liar, yaitu :
1.mempertahankan agar bisa tetap hidup (survive ) dalam lingkungan akuakultur (wadah terbatas, lingkungan artifisial dan terkontrol)
2. menjaga agar tetap bisa tumbuh
3.mengupayakan agar bisa berkembangbiak dalam lingkungan akuakultur
B. Introduksi spesies adalah mendatangkan spesies akuakultur dari kawasan lain untuk meningkatkan jumlah jenis komoditas dan perbaikan genetis. Tujuan introduksi spesies baru adalah untuk meningkatkan produksi akuakultur, mendatangkan biota ikan hias dan biota sebagai filter biologis. Beberapa pertimbangan untuk mengintroduksi spesies baru adalah :
1 spesies yang diintroduksi hendaknya sesuai dengan kebutuhan, tujuan introduksi juga harus jelas
2 tidak menyaingi spesies native yang bernilai sehingga menyebabkan menurunnya bahkan punahnya populasi spesies native tersebut
3 tidak terjadi kawin silang dengan spesies native sehingga menghasilkan hibrid yang tidak dikehendaki
4 spesies yang diintroduksi tidak ditunggangi oleh hama, parasit, atau penyakit yang mungkin bisa menyerang spesies native dan
5 spesies yang diintroduksikan dapat hidup dan berkembangbiak dalam keseimbangan dengan lingkungan barunya.
Sumber Daya Air
Berdasarkan kadar garamnya ( salinitas ), perairan dipermukaan bumi dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Perairan air tawar
Perairan air tawar terdapat didaratan mulai dari pegunungan, perbukitan, hingga daratan rendah dekat pantai, berupa :
- Danau
- Situ
- Waduk
- Sungai
- Saluran irigasi
- Mata air
- Sumur dan
- Air hujan
2. Perairan payau
perairan payau berlokasi dimuara sungai dan pantai tempat terjadinya transisi dari kondisi air tawar ke kondisi air asin (laut), antara lain :
- Perairan payau dimuara sungai dan pantai
- Perairan payau dirawa
- Perairan payau dipaluh
3. Perairan laut
Perairan air laut adalah perairan yang berada dilaut dan memiliki kadar garam berkisar antara 30-35 ppt. Berupa :
- teluk→ perairan laut yang menjorok masuk kedalam daratan
- selat→ perairan laut diantara dua atau beberapa pulau
- perairan laut dangkal→ umumnya berlokasi didekat pantai
Sistem Teknologi Akuakultur
Tujuan akuakultur adalah memproduksi ikan dan akhirnya mendapatkan keuntungan.
Ada 13 sistem akuakultur yang sudah diusahakan untuk memproduksi ikan adalah :
1. kolam air tenang
2. kolam air deras
3. tambak
4. jaring apung
5. jaring tancap
6. keramba
7. kombongan
8. penculture
9. enclusure
10. long line
11. rakit
12. bak-tangki-akuarium dan
13. ranching (melalui restocking)
Sebagai contoh, sistem tambak dipilih untuk kawasan yang memiliki sumberdaya air payau seperti dekat muara sungai, pantai, rawa payau, atau paluh. Contoh lainnya adalah kolam air deras dipilih untuk kawasan yang memilki sumberdaya air berupa sungai jeram (sungai didaerah perbukitan atau penggunungan).
Sitem akuakultur ini juga bisa dikelompokan menjadi 2 yaitu :
Sistem akuakultur berbasiskan daratan ( land- based aquakultur ), terdiri dari kolam air tenang, kolam air deras, tambak, bak, akuarium, dan tangki.
Dan sistem akuakultur berbasiskan air ( water- based aquakultur ). Terdiri dari jaring apung, jaring tancap, keramba, kombongan, long line, rakit, pen culture, dan enclosure.
Sistem budidaya beserta komponen dan lokasi yang sesuai dengan sumberdaya airnya
Sistem
Komponen
Sumber Daya Air
Kolam air tenang
- Pematang
- Dasar kolam
- Pintu air masuk ( inlet )
- Pintu air keluar ( outlet)
- Saluran pemasukan air
- Saluran pembuangan air
- Sungai
- Saluran Irigasi
- Mata Air
- Hujan
- Sumur
- Waduk
- Danau
- Situ
Kolam air deras
- Dinding/pematang
- Dasar kolam
- Pintu air masuk
- Pintu air keluar
- Saluran pembuangan
- Saluran pembuangan
- Sungai daratan tinggi (pgunungan dan perbukitan)
- Saluran irigasi di dataran tinggi
Tambak
- Pematang
- Dasar tambak
- Pintu air masuk ( inlet )
- Pintu air keluar ( outlet)
- Saluran pemasukan air
- Saluran pembuangan air
- Muara Sungai
- Pantai
- Rawa Payau
- Paluh
Jaring apung
- Rangka
- Jaring
- Pelampung
- Jangkar + tambang
- Jalan inspeksi
- Rumah jaga
- Danau
- Waduk
- Teluk
- Selat
- Laguna
Jaring tancap
- Tonggak
- Jaring
- Rumah jaga
- Jalan inspeksi
- Danau
- Waduk
- Sungai
- Muara Sungai
- Teluk
- Selat
Keramba
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Pintu
- Sungai
- Danau
- Waduk
- Saluran irigasi
Kombongan
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Pintu
- Sungai
- Saluran irigasi
Sawah
- Dinding/pematang
- Dasar sawah
- Pintu air masuk
- Pintu air keluar
- Saluran pembuangan
-
Kandang (pen culture)
- Dinding
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
Sekat (enclosure)
- Teluk
- Sekat (Barrier)
- Pintu
- Laut Dangkal Telindung
- Teluk
- Selat
Longline
- Tambang
- Pelampung
- Jangkar/pemberat
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
Rakit
- Bambu
- Pelampung
- Jangkar/pemberat
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
Bak/akuarium/tangki
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Lubang masuk/keluar
- Sumur
- Mata air
Resirkulasi
- Akuarium
- Tandon/pengendapan
- Wadah filter
- Pompa
- Saluran/selang air
- Sumur
ranching
-
-
Berikut ini adalah uraian sitem budidaya yang pernah dan bisa diamplikasikan di Indonesia.
1. Kolam air tenang
Kolam air tenang adalah wadah pemeliharaan ikan yang didalamnya terdapat air besifat mengenang (stagnant). Kolam air tenang menggunakan perairan tawar sebagai sumber airnya, yaitu sungai, saluran irigasi, mata air, hujan, sumur, waduk, danau, dan situ. Didalam kolam air tenang terjadi proses ekologi seperti proses produksi biomassa nabati melalui aktifitas fotosintetis oleh fitoplanton atau tumbuhan air (makrofit), proses konsumsi oloeh organisme hewani (antara lain ikan), dan proses dekomposisi bahan organik di dasar kolam menjadi hara oleh bakteri pengurai.
Komponen kolam air tenang meliputi pematang kolam, fdasar kolam, pintu air masuk, (inlet), pintu air keluar (outlet), salurn pemasukan air, dan saluran pembuangan air. Pematang kolam dan dasar kolam berfungsi, menahan massa air selama mungkin didalam kolam sehingga ikan pemeliharaan dapat hidup, tumbuh, dan berkembangbiak,. Pematang dan dasar kolam terbuat dari beton atau dari tanah asal tempat kolam tersebut dibangun. Pembuatan kolam dilakukan dengan menggali permukaan tanah dan tanah bekas galian tersebut digunakan untuk membangun pematang. Pematang dibuat miring dan kemiringannya tegantung pada jenis tanah. Pada tanah yang memiliki tekstur halus, seperti tanah liat, dibuat pematng dengan kemiringan yng lebih curam. Sebaliknya untuk tanah dengan tekstur kasar seperti tanah berpasir pematng dibuat lebih landai.
Pintu air kolam berfungsi untuk memasukan air atau mengeluarkan air dari kolam. Air yang dimaksud adalah air segar dan kaya oksigen. Sedangkan air yang dikeluarkan adalah air kotor didasar kolam yang banyak mengandung amonia, CO2, dan limbah metabolisme (metabolit) lainya. Inlet kolam bisa terbuat dari pralon atau berbentuk saluran, sedangkan oulet kolam bisa terbuat dari pralon atau beton. Oulet kolam yang terbuat dari pralon disebut tempurung lutut atau pipa goyang. Pipa tersebut bisa digoyang miring-tegak sehingga menentukan tinggi air didalm kolam. Oulet yang terbuat dari beton salah satunya disebut monik. Saluran pemasukan air berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air keperkolaman, sedangkan saluran pembuangan berfungsi menyalurkan air dari perkolaman ke luar.
Saluran pemasukan dan pembuangan dikelompokan menjadi saluran utama (primer), saluran sukunder, dan saluran tersier. Saluran pemasukan primer berfungsi menyalurkan air dari sumber air (sungai, danau, dan sebagainya) ke saluran pemasukan sekunder. Saluran pemasukan sekunder berfungsi menyalurkan air ke saluran pemasukan tersier dan saluran pemasukan tersier menyalurkan air ke kolam-kolam.
2. Kolam air deras
Kolam air deras (raseway) adalah kolam yang didesain untuk memungkinkan terjadinya aliran air (flowthrough) dalam pemeliharaan ikan dengan padat penebaran yang tinggi. Debit air dikolam air deras dapat ditentukan dengan patokan setiap 10 menit seluruh air kolam sudah berganti semua. Bila ukuran kolam air deras (volume air) adalah 30 m ³ maka dengan patokan tersebut debit air yang dibutuhkan kolam tersebut adalah 30 m³ / 10 menit atau 501 / detik. Bila dibandingkan dengan kolam air tenang yang berdebit air hanya 0,5-51/ detik maka debit kolam air deras bisa 10-100 kali kolam air tenang.
Komponen kolam air deras sama dengan kolam air tenang, yakni meliputi pematang/dinding kolam, dasar kolam, pintu air masuk, pintu air keluar, saluran pembuangan, dan saluran pemasukan. Fungsi setiap komponen tersebut sama dengan kolam air tenang. Demikian pula dengan sistem distribusi dan drainase airnya. Desain kolam air deras umumnya memanjang seperti saluran, dengan panjang 5-10 m, lebar 2-4 m dan kedalaman 1-2 m. Dinding dan dasar kolam air deras biasanya terbuat dari beton, kolam air deras juga bisa terbuat dari tanah, tetapi dinding /pematang dan dasr kolam harus dilapisi plastik untuk mencegah tegerusnya dinding kolam oleh aliran air.
3.Tambak
4. Jaring apung
5. Jaring tancap
6. Keramba dan kombongan
7. Sawah
8. Pen culture (kandang)
9. Sekat (enclosure)
10. Longline dan rakit
11. Bak, akuarium, tangki, dan resirkulasi