Ikan nila
(Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar
negeri. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian
dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani diseluruh Indonesia.
Nila
adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur
Jenderal Perikanan. Sesuai dengan nama latinnya, O. niloticus berasal
dari sungai Nil dan danau-danau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan
nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti
daging ikan kakap merah. Sekarang ikan ini telah tersebar di lima benua yang
beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan
nila tidak dapat baik.
Bibit
ikan nila telah beberapa kali didatangkan ke Indonesia, yang pertama berasal
dari Taiwan. Bibit asal Taiwan ini berwarna gelap dengan garis-garis vertikal
sebanyak 6-9 buah di bagian ekornya. Kemudian didatangkan lagi bibit ikan nila
dari Filipina yang berwarna merah. Sampai sekarang bibit nila galur asli, baik
yang merah maupun yang hitam, masih didatangkan dari luar negeri untuk
memperbarui pesediaan induk (parent stock). Persediaan induk berguna
untuk menjaga agar hibrida yang dibudidayakan tidak menurun keunggulannya.
Ikan nila
kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah, karena kemampuan adaptasi bagus
di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di
laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, dan
mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap
serangan penyakit.
Daging
disisi badan cukup tebal sehingga baik untuk fillet (sayatan
daging tanpa tulang). Fillet nila sngat disukai oleh konsumen
di luar negeri. Produk ini dapat dimasak dengan berbagai bumbu dan saus atau
dijadikan isi sandwhich.
Para
pakar budi daya ikan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) menganjurkan agar ikan
nilotica ini dibudidayakan oleh penduduk berpenghasilan rendah untuk
memperbaiki gizi keluarga. Ini karena ikan nila cepat berkembang biak, mudah
dibudidayakan, dan dapat dipelihara di kolam yang sempit, seperti kolam
pekarangan atau comberan.
TABEL 1.
NEGARA PEMASOK KEBUTUHAN NILA AMERIKA SERIKAT
Sumber :
U.S Departement of commerce, 1993
Nila
hibrida merah dan putih telah dikembangkan dengan sistem budidaya keramba
jaring apung. System budidaya tersebut banyak dilakukan diwaduk Jatiluhur,
Saguling, dan Cirata di Jawa Barat, waduk Gajahmungkur dan waduk Kedungombo di
Jawa Tengah.
Bagi
Indonesia, ikan nila mempunyai arti ekonomi yang cukup penting karena nila
merah yang disebut nirah dapat diekspor. Permintaan pasar dunia meningkat dari
tahun ke tahun.
Menurt
Direktorat Jenderal Perikanan, ekspor ikan nila dalam bentuk fillet beku
pada tahun 1993 mencapai 56% dari total impor ikan nila Amerika. Sedangkan menurut U.S.
Departement of commerce(1993), Indonesia menduduki urutan keempat sebagai
pemasok ikan nila ke USA setelah Taiwan, Kosta Rika, dan Kolombia.
Sebenarnya
Amerika juga membudidayakan ikan O. niloticus dengan total
produksi 90 juta pon pada tahun 1992/1993. Namun, karena terbentur pada biaya
produksi yang tinggi maka negara ini lebih suka mengimpor.
Kebutuhan
ikan nila di Amerika terus meningkat, karena harganya lebih murah dari jens
ikan lain. Ikan ini juga tidak mengandung kolesterol. Nilai lebih ini merupakan
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya.
Negara
lain yang juga menggemari ikan nila ialah Kuwait dan Arab Saudi. Namun,
kebutuhan tersebut telah disuplai oleh Taiwan.
1. A. Klasifikasi
dan Morfologi
Menurut
klasifikasi yang terbaru (1982) nama ilmiah ikan nila ialah Oreochromis
niloticus. Nama genus Oreochromis menurut klasifikasi yang berlaku
sebelumnya disebut Tilapia. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan
dipergunakan oleh para ilmuwan meskipun di kalangan awam tetap disebut Tilapia
nilotica.
Perubahan
klasifikasi tersebut dipelopori oleh Dr. Trewavas (1980) dengan membagi genus
Tilapia menjadi tiga genus berdasarkan perilaku kepedulia induk ikan terhadap
telur dan anak-anaknya. Memang golongan ikan ini mempunyai sifat yang unik
setelah memijah. Iduk betina mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam
rongga mulutnya. Perilaku ini dalam bahasa Inggris disebut mouth
breeder (pengeram telur dalam mulut).
Ide Dr.
Trewavas telah disepakati oleh para ahli ikan (ichthyolog) sehingga
pembagian genus itu adalah sebagai berikut.
-
Genus Oreochromis
Pada
genus Oreochromis induk ikan betina mengerami telur di dalam rongga mulut dan
mengasuh sendiri anak-anaknya. Anggota genus ini adalah Oreochromis
hunter, O. niloticus, O. mossambicus, O. aures, dan O.
spilurus.
-
Genus Sarotherodon
Pada
genus sarotherodon induk jantanlah yang mengarami telur dan mengasuh anaknya.
Contoh spesiesnya adalah Sarotherodon melanotherdon dan S.
galilaeus.
-
Genus Telapia
Ikan dalam
genus Tilapia memijah dan menaruh telur pada suatu tempat atau benda (subtrat).
Induk jantan dan betina bersama-sama atau bergantian menjaga telur dan
anak-anaknya. Contoh spesiesnya adalah Tilapia sparmanii, T.
rendalli, dan T. zillii.
Ikan nila
(O. niloticus) bersaudara dekat dengan ikan mujair (O. mossambicus)
yang telah tersebar luas di Indonesia sejak perang dunia kedua. Ikan mujair
kurang disukai petani karena lambat prtumbuhannya, sangat rkus tapi tidak
gemuk. Ikan mujair juga cepat sekali beranak pinak sehingga sangat mengganggu
ikan lain yang sama-sama dipelihara di kolam. Akibatnya muncul anggapan bahwa
mujair adalah hama yng harus diberantas.
Untuk
mengantikan ikan mujair maka didatangkan bibit ikan nila dari mancanegara untuk
disebarluaskan. Ini karena ikan nila mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan.
Nila efesien dalam menggunakan pakan, bersifat omnivora, cepat pertumbuhannya,
berdaging tebal, dan mirip daging ikan kakap merah rasanya.
Setiap
spesie mempunyai cirri-ciri khas. Ciri-ciri pada ikan nila adalah garis
vertical yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti
itu juga terdapat di sirip punggung dan sirip dubur. Sedangkan mujair tidak
memilki garis-garis vertikal di ekor, sirip punggung, dan di sirip dubur.
Klasifikasi
lengkap yang kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah dirumuskan oleh
Dr. Trewavas.
Filum
: Chordate
Sub-filum
:
Vertebrata
Kelas
: Osteichthyes
Sub-kelas
:
Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphi
Sub-ordo
: Percoidea
Famil
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Jenis
(spesies) : Oreochromis niloticus
Golongan
ikan Tilapia (yang sudah dipecah menjadi tiga genus tadi) berasal dari Afrika.
Sifatnya yang produktif dan efesien dalam menggunakan pakan menyebabkan ikan
ini disukai oleh berbagai bangsa.
Para
ilmuwan telah memuliakan ikan Tilapia ini dengan cara mengawinsilangkan
antarjenis sehingga diperoleh keturunan (hibrida) yang sifatnya dalam beberapa
hal lebih baik dari jenis aslinya.
Taiwan
telah menghasilkan ikan nila hibrida dari hasil kawin silang antara O.
niloticus dengan O. aureus. Sedangkan Filipina
menghasilkan ikan nila hibrida yang berwarna merah. kedua jenis hibrida ini
didatangkan ke Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Bibit
nila hibrida asal Taiwan masuk ke Indonesia pada tahun 1969. Ikan jenis ini
berwarna kelabu kehijauan dengan garis-garis vertikal berwarna gelap pada
sirip-siripnya. Namun, ikan galur murni T. nilotica ini mudah
dikawin silang secara liar dengan ikan mujair sehingga sukar dikendalikan
kemurniannya. Oleh karena itu, galur murni untuk keperluan kawin silang harus
selalu didatangkan dari luar negeri. Galur murni untuk keperluan ini disebut
stok induk.
Nila
hibrida asal Filipina masuk ke Indonesia pada tahun 1981 dan sudah
disebarluaskan keseluruh Indonesia. Ikan nila merah ini kemudian diberi nama
ikan nirah.
Di
Indonesia kini terdapat ikan nila merah yang bebrcak hitam. Selain itu, ada
juga ada yang berwarna kekuningan agak jingga atau putih (bulai). Ikan nila
yang berwarna-warna itu lebih disukai karena dagingnya lebih putihseperti ikan
kakap merah. bahkan menurut penelitian pertumbuhannya lebih cepat dibanding
dengan ikan nila biasa/hitam.
1. A. Penyebaran
Ikan nila
berasal dari Afrika bagian timur, seperti di sungai Nil (Mesir), Danau
Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Ikan ini lalu dibawa orang ke Eropa,
Amerika, Negara-negara Timur Tengah, dan Asia. Konon ikan nila ini telah
dibudidayakan di 110 negara. Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di
seluruh propinsi.
1. B. Habitat
Habitat
artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau hewan hidup dan
berkembang biak.
Ikan nila
terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup.
Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam
air yang disukai antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke
air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam dinaikkan sdikit
demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang berkadar
garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan.
Ikan nila
yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan
yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5.
Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8.
Ikan nila
dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan
dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di
waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jarring terapung di laut.
Suhu
optimal untuk ikan nila antara 25-300 C. oleh karena itu, ikan
nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500m dpl).
1. C. Pertumbuhan
Beberapa
faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila adalah sebagai
berikut.
1. 1. Kualitas
air optimal
Kualitas
air yan kurang baik mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Beberapa hal
yang dapat menurunkan kualitas lingkungan adalah pencemaran limbah organik,
bahan buangan zat kimia dari pabrik, serta pestisida dari penyemprotan disawah
dan kebun-kebun.
Kekeruhan
air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lai
halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya akan
plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena mengandung
Diatomae. Plankton ini baik untuk makanan ikan nila. Sedangkan plankton/alga
biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton
harus dikendalikan. Derajat kecerahan air diukur dengan alat yang disebut
piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak,
angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm. cara menggunakan piring secchi adalah
dengan menenggelamkannya di kolam/tambak pada kedalaman air 20-35 cm. bila
angka secchi kurang dari 20 cm berarti plankton terlalu padat.
Ini berbahaya bagi ikan karena plankton yang pekat itu dapat mati serentak dan
membusuk dalam air sehingga air menjadi baud an kekurangan oksigen. Akibatnya
ikan akan mati.
1. 2. Makanan
Ikan nila
akan mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak
20-25%. Sedangkan ikan mas hanya dapat tumbuh baik bila kadar protein pakannya
30-45%. Nila bersifat omnivore. Nila akan cepat tumbuh bila hidup di perairan
yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan lunak, seperti Hydrilla, ganggang sutera,
plankton, dan kelakap.
Filed
under: Budidaya
Perikanan — Tinggalkan
Komentar
Desember
23, 2009
Telah dilakukan penelitian aktivitas
imunostimulan pada mencit BALB/c terhadap daun Eupatorium
inulifolium H.B.K., batang Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. f. & Thoms, herba Centella asiatica (L.) Urban, daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., rimpang Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, rimpang dan umbi Kaempferia rotunda L., rimpang Curcuma mangga Val. & van Zijp. Ekstraksi secara maserasi
dengan pelarut etanol 70% untuk daun dan batang, serta pelarut n-heksana untuk
rimpang. Evaluasi aktivitas imunostimulan (aktivitas respon imun spesifik,
non-spesifik, humoral dan seluler) dengan empat metode : bersihan karbon,
peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa, penentuan titer
antibodi, dan hipersensitivitas tipe lambat. Dalam penapisan, semua ekstrak uji
dapat meningkatkan kemampuan fagositosis partikel karbon, dan jumlah sel
limfosit limpa dibandingkan kontrol dan Dendrophthoe pentandra (L.) Miq paling bermakna. Fraksi
aktif Dendrophthoe pentandra(L.) Miq adalah fraksi n-heksana (HD) dan fraksi
etanol (ED). Hasil fraksinasi HD dengan KCV dengan pelarut landaian n-heksana-
etil asetat diperoleh delapan subfraksi, sedangkan ED dengan pelarut landaian
n-heksana- etil asetat dan etil asetat – metanol diperoleh enam subfraksi.
Fraksi HD dan subfraksi n-heksana (HD5) serta fraksi etanol (ED) dan subfraksi
etanol (ED4) menunjukkan aktivitas imunostimulan dengan metode bersihan karbon
dan peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa.
(1)
HD54 dan ED44 menunjukkan aktivitas imunostimulan non-spesifik. Aktivitas ED44
(dosis 16 mg/kg bb) paling kuat dengan indeks fagositosis K = 1,78 (P<0,05),
sebanding dengan HD54 (dosis 1 mg/kg bb) dengan K = 1,70 (P<0,05). Aktivitas
kedua isolat sebanding dengan pembanding Zymosan A (dosis 10 mg/kg bb) dengan K
= 1,44 (P<0,05).
(2)
ED44 (dosis 8 mg/kg bb) meningkatkan jumlah sel limfosit limpa paling tinggi
sebesar 72,88 % dibandingkan terhadap kontrol (P<0,01), berbeda bermakna
(P<0,05) terhadap pembanding Zymosan A (41,90 %). Dan HD54 (dosis 1 mg/kg
bb) meningkatkan sebesar 53,44 % (P<0,01), tidak berbeda bermakna dengan
pembanding Zymosan A. Kedua isolat tidak berbeda secara bermakna.
(3)
ED44 (dosis 16 mg/kg bb) HD54 (dosis 2 mg/kg bb) menunjukkan titer antibodi
paling tinggi baik pada mencit normal (ED44 dengan pengenceran 1 : 3328 dan
HD54 dengan pengenceran 1 : 1536) maupun yang tertekan sistem imunnya oleh
prednison (pengenceran 1 : 4608 untuk ED44 dan pengenceran 1 : 3072 untuk
HD54). Titer antibodi keduanya lebih besar dibandingkan pembanding Zymosan A
(dosis 10 mg/kg bb) pada mencit normal maupun yang tertekan sistem imunnya
(pengenceran 1 : 1024 dan pengenceran 1 : 1280).
(4)
HD54 (dosis 4 mg/kg bb) dan ED44 (dosis 4 mg/kg bb) menunjukkan respon imun
seluler secara bermakna (P < 0,01) dibandingkan dengan kontrol pada mencit
normal. Keduanya tidak berbeda secara bermakna ( P < 0,05) pada dosis sama
terhadap peningkatan ketebalan kaki mencit dan lebih besar dibandingkan dengan
kelompok Zymosan A (P < 0,05) pada mencit normal. Pada mencit yang tertekan
sistem imun dengan pemberian prednison, HD54 meningkatkan efek imunostimulasi
lebih besar dan bermakna dari isolat ED44, dan tidak berbeda bermakna dengan
Zymosan A (P < 0,05).Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri
ultraviolet-visible, spektrofotometri inframerah, spektrometri massa dan
spektrometri resonansi magnet inti menunjukkan bahwa isolat HD54 adalah
β-sitosterol dan ED44 adalah kuersitrin.
Isolat
HD54 dan ED44 sampai dosis 2000 mg/kg bb mencit tidak toksik setelah dilakukan
uji toksisitas akut oral.
Filed
under: Uncategorized — Tinggalkan
Komentar
Juni
22, 2009
PEMBENIHAN
IKAN MAS
PENDAHULUAN
Benih ikan Mas merupakan salah satu
sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya ikan mas di kolam. Perkembangan
Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan
usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala
dalam
menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum
mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh
karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah
kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti
penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan
terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya,
kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi
penyaing bagi kegiatan
penangkapan
nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk
mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat
dan pasok
penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
PENGERTIAN
Teknologi
produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu
Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala
Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan.
Karenaresiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat
cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan
kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL).
Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih
bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga.
Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat
mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu
dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara
berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang
mengandalkan benih
hatchery
bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan
terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada
penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai
(restocking).
Disisi
lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk
tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga
kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya,
tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga
berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat
mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
PERSYARATAN
LOKASI
Pemilihan
tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut.
1. Status
tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2. Mampu
menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-31,0 0C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an
organik.
3. Sifat-sifat
perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu
diketahui secara rinci.
Faktor-faktor
biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan
predator dan kompretitor, serta penyakit endemic harus diperhatikan karena
mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
SARANA
DAN PRASARANA
1) Sarana
Pokok
Fasilitas
pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva,
bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
1. Bak
Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian
sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam
bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim
pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk,
pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah
serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator).
Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan
larva dan banguna kultur murni plankton serta diatur menghadap ke kultur masal
plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.
2. BakPemeliharaanInduk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat
dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan
dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
3. BakPemeliharanTelur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca
dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000
butir
per liter.
4. Bak
Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan
telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna
agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau
bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam
bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan
suhu air pada malam hari, bak larva
diberi penutup berupa terval plastik untuk menyangga atap plastik,
dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
5. Bak
Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak
pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton
ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak
perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga
bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan. Kedalamam bak
kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi
cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki
disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton
chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat
kaca maupun konstruksi baton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus
cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan
larva sebaliknya 5:5:1.
2) Sarana
Penunjang
Untuk
menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami,
ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda
dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional)
harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin
kemudahan serta keselamatan kerja.
1. Laboratorium
pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur
murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat
hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
2. Laboratorium
kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan
dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan
penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas
ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut,
udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet
dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk
memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam
3. keadaan
baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan
dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan
blower, ruang pendingin dan gudang.
3) Sarana
Pelengkap
Sarana
pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan,
alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna,ruang makan, ruang
pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
TEKNIK
PEMELIHARAN
1)
Persiapan Opersional.
1. Sarana
yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran.
Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan
disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan
cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm
(150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan
dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau
desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa,
genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
2. Menyiapkan
bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia
cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
3. Menyiapkan
tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai
bidang kerjanya.
2)
Pengadaan Induk.
1. Umur
induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
1. Pengangkutan
induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan
diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca
dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu
24~25 0C.
2. Kepadatan
induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya
dan panas.
3. Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
3)
Pemeliharaan Induk
1. Induk
berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak
berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
2. Pergantian
air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
3. Pemberian
pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 %
dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
4. Salinitas
30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang <
0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0C.
4)
Pemilihan Induk
1. Berat
induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan
tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
2. Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam
20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
3. Diameter
telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron
sudah siap untuk dipijahkan.
4. Induk
jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu
pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian
perut kearah lubang kelamin.
5)
Pematangan Gonad
1. Hormon
dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan
reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus.
Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan
bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
2. Implantasi
pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan
gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren
masing-masing dengan dosis
3. 100~200
mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
6)
Pemijahan Alami.
1. Ukuran
bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi
aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan
jaring.
2. Pergantian
air minimal 150 % setiap hari.
3. Kepadatan
tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
4. Pemijahan
umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi
secara eksternal.
7)
Pemijahan Buatan.
1. Pemijahan
buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan
pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk
padat diberikan setiap bulan (implantasi).
2. Induk
bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat
kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17
alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk
(> 4 Kg beratnya).
3. Pemijahan
induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk
jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan
hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
4. Volume
bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau
beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari
untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8)
Penanganan Telur.
1. Telur
ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30
ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
2. Selama
inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio.
Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang
mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva.
Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
3. Masa
kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut
penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar
telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur
pada fase ini belum bisa dilakukan.
4. Setelah
telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 %
selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan
parasit.
9)
Pemeliharaan Larva.
1. Air media
pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310 C salinitas 30 ppt,
pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang
sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan
jarak antara 100 cm batu aerasi.
2. Larva
umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai
cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami
yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat
larva sudah berubah menjadi nener.
3. Pada hari
ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas
perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan
setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap
sampai 100% menjelang panen.
4. Masa
kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke
7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan
kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
5. Nener
yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat
0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan
morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
10)
Pemberian Makanan Alami
1. Menjelang
umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera
(Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp
sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
2. Kepadatan
rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20
ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40
ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal
pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1
mulai hari ke 10 setelah menetas.
Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila
jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari
(Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan
tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada. Perbandingan yang baik
antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan
jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan
bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%.
Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat
digunakan sebagai pakan larva bandeng.
11)
Budidaya Chlorella
Kepadatan
chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki
dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan
dan
ketepatan waktu. TTG BUDIDAYA PERIKANAN Hal. 10/ 15
Wadah
pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik
yang
tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih
dengan
suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah
serat
kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan
kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa,
dialirkan ke tangkitangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang
digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang
sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah
penampungan
serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran
40x40x50
cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan
ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
12).Budidaya
rotifera. Budidaya Rotifera.
Budidaya
rotifera skala besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu
sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya
berikutnya
(daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh
harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30
individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya
sepersepuluh darivolume wadah.Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki
serat kaca volume 1-10ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk
mencegahkemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk
mengurangi
intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat
pertumbuhan
chlorella.Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan
chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan
jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan
kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu
perkembangan
populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt.
Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada
dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka
saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan
yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran
tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan
dihitung kepadatannya per milimeter.
PANEN
1) Panen
dan Distribusi Telur.
Dengan
memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat
dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1×5,5×0,5 m yang dilengkapi
saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan
di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan
dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron
dengan cara diserok. Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume
30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 %
pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi.Sortasi telur dilakukan
dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi.
Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap.
Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50
%. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang.Telur
yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva ataudipersiapkan
untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak
yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2)
Distribusi Telur.
Pengangkutan
telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran
40×60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni
dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama
transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan.
Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 –16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C
berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah
dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan
sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama
transportasi.
3) Panen
dan Distribusi Nener.
Pemanenen
sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian
diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran
nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen
benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05
mm (gambar XI.3) supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan
sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan
amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
Filed
under: Uncategorized — 1 Komentar
Desember
20, 2008
Pengertian dan Ruang Lingkup Akuakultur
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi
biota (organisme ) akuatik dilingkungan terkontrol dalam rangka mendapat
keuntungan (profit)
Dalam usaha akuakultur mencakup :
a. Pembenihan ikan
· Pemmilihan induk
· Pemijahan induk
· Penetasan telur
· Pemeliharaan larva
· Pendederan
b. Pembesaran
· Efesiensi pakan
· Konversi pakan
c. Nutrisi pakan
· Formula pakan
· Nilai gizi
d. Kualitas air
e.
Sistem pengadaan sarana dan prasarana produksi akuakultur
1. Prasarana produksi
· Pemilihan lokasi
· Pengadaan bahan dan
· Pembangunan fasilitas produksi
1. Sarana produksi
· Pengadaan induk
· Benih
· Pakan
· Pupuk
· Obat-obatan
· Pestisida
· Peralatan akuakultur dan
· Tenaga kerja
Subsistem proses produksi
· Persiapan akuakultur
· Penebaran (stocking)
· Pemberian pakan
· Pengelolaan lingkungan
· Kesehatan ikan
· Pemantauan ikan
· Pemanenan
Subsistem penanganan pasca panen dan pemasaran
· Meningkatkan mutu produk
· Distribusi produk dan
· Pelayanan (servis) terhadap konsumen
Subsistem pendukung
· Aspek hukum (UU dan kebijakan )
· Aspek keuangan (pembiayaan/kredit,pembayaran)
· Aspek kelembagaan (organisasi perusahaan, asosiasi,
koperasi, perebankan, lembaga birokrasi, lembaga riset, dan pengembngan
Ruang lingkup akuakultur sebagai suatu sistem usaha
(bisnis)
Produksi-produksi
|
Tujuan Akuakultur
Tujuan akuaultur adalah memproduksi iksn dan
akhirnya mendapat keuntungan serta memnuhi kebutuhan hidup manusia dalam hal
pangan dan bukan pangan ( non < food uses)
Secara spesifik tujuan akuakultur untuk :
1. Produksi makanan
2. Perbaikan stok alam
3. Produksi ikan untuk rekreasi
4. Produksi ikan umpan
5. Produksi ikan hias
6. Daur ulang bahan organik
7. produksi bahan industri
Komoditas Akuakultur
Komoditas adalah barang atau produk yang bisa
diperdangankan , jadi komoditas akuakultur adalah spesies atau jenis ikan
(dalam arti luas) yang diproduksi dalam kegiatan akuakultur dan menjadi barang
/produk yang bisa diperdagangkan.
Golongan ikan adalah spesies akuakultur yang memiliki
sirip sebagai organ penggeraknya.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan ikan adalah :
· Ikan mas ( Cyprinus
carpio )
· Ikan nila ( Oreochromis
niliticus )
· Ikan lele ( Clarias
sp )
· Ikan gurami ( osphronemus
gouramy )
· Ikan patin ( Pangosius
sp )
· Ikan kerapu macan ( Epinephelus
fusguttatus )
· Ikan kerapu bebek ( Cromiletes
altivelis )
· Ikan kakap putih ( Lates
calcarifer )
· Ikan bandeng ( chanos
chanos )
Golongan udang adalah spesies akuakultur yang memiliki
karapas yaitu kulit yang mengandung kitin sehingga bisa mengeras.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan udang adalah :
· Udang windu ( Paneos
monodon )
· Udang vanamei ( Litopaneus
vannamei)
· Udang bru ( Panaeus
stylostris )
· Udang putih ( Panaeus
japonicus )
· Udang galah crobrach tawar ( Macrobrachium rasenbergit )
· Udang cerax ( Cherax
sp )
· Udang lobster ( Homarus
sp )
· Kepiting bakau ( Scylla
serrata )
Golongan moluska adalah spesies akuakultur yang memiliki
cangkang yang keras.
Contoh komoditas akuakultur dari golongan moluska adalah
:
· Karang mutiara ( Pinctada
maxima )
· Abalone ( Heliotis sp.)
· Kerang hijau ( Mytilus sp.)
· Kerang darah ( Anadara sp.)
Ekinodermata adalah spesies akuakultur yang memiliki
kulit berduri berfungsi untuk alat bergerak.
Contoh komoditas akuakultur dari ekinodermata adalah :
· Teripang ( Holothuria sp.) yang memiliki nama perdagangan sea cucumber
Golongan alga adalah spesies akuakultur dari bersel
tunggal, terdiri dari mikrialga dan makroalga.
Contoh mikroalga/fitoplanton adalah Chlorella sp. Umumnya berupa makanan
alami bagi komoditas akuakultur lainnya, terutama untuk larva dan benih,
kecuali yang telah menjadi makanan kesehatan manusia.
Contoh makroalga adalah rumput laut seperti Euchema cottonii dan Glacilaria sp.
Komodits akuakultur yang sekaran sedang giat diusahakan
adalah koral. Biota ini selain untuk tujuan perdagangan, juga untuk konservasi
terumbu karang.
Berdasarkan jenis pakannya, komoditas
akuakultur secara alamiah dikelompokan menjadi 3 golongan :
1. Herbivora
Golongan herbivora adalah spesies akuakultur dengan
makanan utamanya berupa tanaman ( nabati ) contoh gurami sebagai pemakan daun
(makrovita ), kowan ( Ctenopharyngodon
idella), dan tawes ( Puntius javanicus ) sebagai pemakan rumput, ikan mola ( Hypophthalmichthys
molitrix ) dan tambakan sebagai pemakan fitoplanton
(mikrofita ), bandeng sebagai pemakan klekap, serta sepat ( Trichogaster sp ) sbagai penakan fitoplanton atau perifiton. Klekap adalah
koloni makanan alami yang terdiri dari lumut, perifiton, dan benthos yang
tumbuh didasar tambak. Spesies herbivora pemakan fitoplanton disebut pula
sebagai herbivor microfiltering (
fitofagus )
2. Karnivora
Golongan karnivora adalah spesies akuakultur pemakan
daging (hewani) sehingga hewan ini disebut ikan prdator. Contohnya adalah
kerapu, kakap putih, betutu, belut, udang, dan lobster. Dalam akuakultur, ikan
predator ini diberi pakan berupa rucah segar atau memangsa ikan lainnya dan
ikan berukuran lebih kecil. Umumnya spesies predator relatif sulit menerima
pakan buatan, antara lain berupa pelet. Kerapu dan kakap putih sudah bisa
menerima pakan pelet melalui serangkaian pembelajaran makanan (weaning) .
3. Omnivora
Golongan omnivora adalah spesies akuakultur yang bisa
makan segala jenis makanan. Makanan yang dikonsumsi spesies ini bisa sebagian
besar dari kelompok nabati sehingga disebut ikan omnivora yang cenderung
herbivora, contohnya ikan mas, nila, mujair, koki dan koi. Spesies golongan ini
juga mengonsumsi makanan yang sebagian besar dari kelopok hewani sehingga
disebut ikan omnivora yang mengarah ke karnivora, contohnya ikan lele, patin,
sidat, udang windu, udang galah, udang vanamei, dan udang biru.
Komoditas ikan laut : kerapu macan, kerapu bebek,
napolion, karang mutiara, dan rumput laut.
Komoditas ikan tawar : ikan mas, lele, gurami, nila,
mujair, dan patin.
Komoditas air payau : udang windu dan bandeng.
Pemilihan spesies untuk akuakultur didasarkan kepada
pertimbangan karakteristik biologi, dan pasar serta sosial ekonomi.
1. Pertimbangan biologi
Meliputi reproduksi, fisiologi, tingkah laku, morfologi,
ekologi dan distibusi biota yang akan dikembangkan sebagai komoditas
akuakultur. Beberapa pertimbangan biologi tersebut adalah :
a. Kemampuan memijah dalam lingkungan bubidaya dan memijah
secara buatan
b. Ukuran dan umur pertama kali matang gonad
c. Fekunditas
d. Laju pertumbuhan dan produksi
e. Tingkat trofik
f. Toleransi terhadap kualitas air dan daya adaptasi
g. Ketahanan terhadap stres dan penyakit
h. Kemampuan mengonsumsi pakan buatan
i. Konversi pakan
j. Toleransi terhadap penanganan
k. Dampak terhadap limgkungan
2. Pertimbangan eknomi dan pasar
Pertimbangan konomi dan pasar lebih penting daripada
pertimbangan biologi dalam memilih spesies untuk dikulturkan. Pertimbangan
ekonomi dan pasar dalam memilih spesies mencakup beberapa hal, antara lain :
a. Permintaan pasar
b. Harga dan keuntungan
c. Sitem pemasaran (marketing)
d. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dan
e. Pendapatan masyarakat
Domestika dan Introduksi spesies baru
A. Domestika spesies adalah menjadikan spesies liar ( wild
species ) menjadi spesies akuakultur. Ada
tiga tahapan domestikasi spesies liar, yaitu :
1.mempertahankan agar bisa tetap hidup (survive
) dalam lingkungan akuakultur (wadah terbatas, lingkungan artifisial dan
terkontrol)
2. menjaga agar tetap bisa tumbuh
3.mengupayakan agar bisa berkembangbiak dalam
lingkungan akuakultur
B. Introduksi spesies adalah mendatangkan spesies akuakultur dari
kawasan lain untuk meningkatkan jumlah jenis komoditas dan perbaikan genetis.
Tujuan introduksi spesies baru adalah untuk meningkatkan produksi akuakultur,
mendatangkan biota ikan hias dan biota sebagai filter biologis. Beberapa
pertimbangan untuk mengintroduksi spesies baru adalah :
1 spesies yang diintroduksi hendaknya sesuai dengan
kebutuhan, tujuan introduksi juga harus jelas
2 tidak menyaingi spesies native yang bernilai sehingga
menyebabkan menurunnya bahkan punahnya populasi spesies native tersebut
3 tidak terjadi kawin silang dengan spesies native sehingga menghasilkan hibrid
yang tidak dikehendaki
4 spesies yang diintroduksi tidak ditunggangi oleh hama,
parasit, atau penyakit yang mungkin bisa menyerang spesies native dan
5 spesies yang diintroduksikan dapat hidup dan
berkembangbiak dalam keseimbangan dengan lingkungan barunya.
Sumber Daya Air
Berdasarkan kadar garamnya ( salinitas ),
perairan dipermukaan bumi dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Perairan air tawar
Perairan air tawar terdapat didaratan mulai dari
pegunungan, perbukitan, hingga daratan rendah dekat pantai, berupa :
- Danau
- Situ
- Waduk
- Sungai
- Saluran irigasi
- Mata air
- Sumur dan
- Air hujan
2. Perairan payau
perairan payau berlokasi dimuara sungai dan pantai tempat
terjadinya transisi dari kondisi air tawar ke kondisi air asin (laut), antara
lain :
- Perairan payau dimuara sungai dan pantai
- Perairan payau dirawa
- Perairan payau dipaluh
3. Perairan laut
Perairan air laut adalah perairan yang berada dilaut dan
memiliki kadar garam berkisar antara 30-35 ppt. Berupa :
- teluk→ perairan laut yang menjorok masuk kedalam daratan
- selat→ perairan laut diantara dua atau beberapa pulau
- perairan laut dangkal→ umumnya berlokasi didekat pantai
Sistem Teknologi Akuakultur
Tujuan akuakultur adalah memproduksi ikan dan
akhirnya mendapatkan keuntungan.
Ada 13 sistem akuakultur yang sudah diusahakan untuk
memproduksi ikan adalah :
1. kolam air tenang
2. kolam air deras
3. tambak
4. jaring apung
5. jaring tancap
6. keramba
7. kombongan
8. penculture
9. enclusure
10. long
line
11. rakit
12. bak-tangki-akuarium dan
13. ranching (melalui restocking)
Sebagai contoh, sistem tambak dipilih untuk
kawasan yang memiliki sumberdaya air payau seperti dekat muara sungai, pantai,
rawa payau, atau paluh. Contoh lainnya adalah kolam air deras dipilih untuk
kawasan yang memilki sumberdaya air berupa sungai jeram (sungai didaerah
perbukitan atau penggunungan).
Sitem akuakultur ini juga bisa dikelompokan menjadi 2
yaitu :
Sistem akuakultur berbasiskan daratan ( land- based aquakultur ), terdiri dari kolam air tenang,
kolam air deras, tambak, bak, akuarium, dan tangki.
Dan sistem akuakultur berbasiskan air ( water- based aquakultur ). Terdiri dari jaring apung, jaring tancap, keramba, kombongan, long
line, rakit, pen culture, dan enclosure.
Sistem budidaya beserta komponen dan lokasi yang sesuai
dengan sumberdaya airnya
Sistem
|
Komponen
|
Sumber Daya Air
|
Kolam
air tenang
|
- Pematang
- Dasar kolam
- Pintu air masuk ( inlet )
- Pintu air keluar ( outlet)
- Saluran pemasukan air
- Saluran pembuangan
air
|
- Sungai
- Saluran Irigasi
- Mata Air
- Hujan
- Sumur
- Waduk
- Danau
- Situ
|
Kolam
air deras
|
- Dinding/pematang
- Dasar kolam
- Pintu air masuk
- Pintu air keluar
- Saluran pembuangan
- Saluran pembuangan
|
- Sungai daratan tinggi (pgunungan dan perbukitan)
- Saluran irigasi di dataran tinggi
|
Tambak
|
- Pematang
- Dasar tambak
- Pintu air masuk ( inlet )
- Pintu air keluar ( outlet)
- Saluran pemasukan air
- Saluran pembuangan air
|
- Muara Sungai
- Pantai
- Rawa Payau
- Paluh
|
Jaring
apung
|
- Rangka
- Jaring
- Pelampung
- Jangkar + tambang
- Jalan inspeksi
- Rumah jaga
|
- Danau
- Waduk
- Teluk
- Selat
- Laguna
|
Jaring
tancap
|
- Tonggak
- Jaring
- Rumah jaga
- Jalan inspeksi
|
- Danau
- Waduk
- Sungai
- Muara Sungai
- Teluk
- Selat
|
Keramba
|
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Pintu
|
- Sungai
- Danau
- Waduk
- Saluran irigasi
|
Kombongan
|
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Pintu
|
- Sungai
- Saluran irigasi
|
Sawah
|
- Dinding/pematang
- Dasar sawah
- Pintu air masuk
- Pintu air keluar
- Saluran pembuangan
|
-
|
Kandang
(pen culture)
|
- Dinding
|
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
|
Sekat (enclosure)
|
- Teluk
- Sekat (Barrier)
- Pintu
|
- Laut Dangkal Telindung
- Teluk
- Selat
|
Longline
|
- Tambang
- Pelampung
- Jangkar/pemberat
|
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
|
Rakit
|
- Bambu
- Pelampung
- Jangkar/pemberat
|
- Laut Dangkal Terlindung
- Teluk
- Selat
|
Bak/akuarium/tangki
|
- Dinding
- Dasar
- Atap
- Lubang masuk/keluar
|
- Sumur
- Mata air
|
Resirkulasi
|
- Akuarium
- Tandon/pengendapan
- Wadah filter
- Pompa
- Saluran/selang air
|
- Sumur
|
ranching
|
-
|
-
|
Berikut ini adalah uraian sitem budidaya yang pernah dan
bisa diamplikasikan di Indonesia.
1. Kolam air tenang
Kolam air tenang adalah wadah pemeliharaan ikan yang
didalamnya terdapat air besifat mengenang (stagnant). Kolam air tenang
menggunakan perairan tawar sebagai sumber airnya, yaitu sungai, saluran
irigasi, mata air, hujan, sumur, waduk, danau, dan situ. Didalam kolam air
tenang terjadi proses ekologi seperti proses produksi biomassa nabati melalui
aktifitas fotosintetis oleh fitoplanton atau tumbuhan air (makrofit), proses
konsumsi oloeh organisme hewani (antara lain ikan), dan proses dekomposisi
bahan organik di dasar kolam menjadi hara oleh bakteri pengurai.
Komponen kolam air tenang meliputi pematang kolam,
fdasar kolam, pintu air masuk, (inlet), pintu air keluar (outlet), salurn
pemasukan air, dan saluran pembuangan air. Pematang kolam dan dasar kolam
berfungsi, menahan massa air selama mungkin didalam kolam sehingga ikan
pemeliharaan dapat hidup, tumbuh, dan berkembangbiak,. Pematang dan dasar kolam
terbuat dari beton atau dari tanah asal tempat kolam tersebut dibangun.
Pembuatan kolam dilakukan dengan menggali permukaan tanah dan tanah bekas
galian tersebut digunakan untuk membangun pematang. Pematang dibuat miring dan
kemiringannya tegantung pada jenis tanah. Pada tanah yang memiliki tekstur
halus, seperti tanah liat, dibuat pematng dengan kemiringan yng lebih curam.
Sebaliknya untuk tanah dengan tekstur kasar seperti tanah berpasir pematng
dibuat lebih landai.
Pintu air kolam berfungsi untuk memasukan air
atau mengeluarkan air dari kolam. Air yang dimaksud adalah air segar dan kaya
oksigen. Sedangkan air yang dikeluarkan adalah air kotor didasar kolam yang
banyak mengandung amonia, CO2, dan limbah metabolisme (metabolit) lainya. Inlet
kolam bisa terbuat dari pralon atau berbentuk saluran, sedangkan oulet kolam
bisa terbuat dari pralon atau beton. Oulet kolam yang terbuat dari pralon
disebut tempurung lutut atau pipa goyang. Pipa tersebut bisa digoyang
miring-tegak sehingga menentukan tinggi air didalm kolam. Oulet yang terbuat
dari beton salah satunya disebut monik. Saluran pemasukan air berfungsi untuk mengalirkan
air dari sumber air keperkolaman, sedangkan saluran pembuangan berfungsi
menyalurkan air dari perkolaman ke luar.
Saluran pemasukan dan pembuangan dikelompokan
menjadi saluran utama (primer), saluran sukunder, dan saluran tersier. Saluran
pemasukan primer berfungsi menyalurkan air dari sumber air (sungai, danau, dan
sebagainya) ke saluran pemasukan sekunder. Saluran pemasukan sekunder berfungsi
menyalurkan air ke saluran pemasukan tersier dan saluran pemasukan tersier
menyalurkan air ke kolam-kolam.
2. Kolam air deras
Kolam air deras (raseway) adalah kolam yang didesain
untuk memungkinkan terjadinya aliran air (flowthrough) dalam pemeliharaan ikan
dengan padat penebaran yang tinggi. Debit air dikolam air deras dapat
ditentukan dengan patokan setiap 10 menit seluruh air kolam sudah berganti semua. Bila
ukuran kolam air deras (volume air) adalah 30 m ³ maka dengan patokan tersebut
debit air yang dibutuhkan kolam tersebut adalah 30 m³ / 10 menit atau 501 /
detik. Bila dibandingkan dengan kolam air tenang yang berdebit air hanya
0,5-51/ detik maka debit kolam air deras bisa 10-100 kali kolam air tenang.
Komponen kolam air deras sama dengan kolam air tenang,
yakni meliputi pematang/dinding kolam, dasar kolam, pintu air masuk, pintu air
keluar, saluran pembuangan, dan saluran pemasukan. Fungsi setiap komponen
tersebut sama dengan kolam air tenang. Demikian pula dengan sistem distribusi
dan drainase airnya. Desain kolam air deras umumnya memanjang seperti saluran,
dengan panjang 5-10 m, lebar 2-4 m dan kedalaman 1-2 m. Dinding dan dasar kolam
air deras biasanya terbuat dari beton, kolam air deras juga bisa terbuat dari
tanah, tetapi dinding /pematang dan dasr kolam harus dilapisi plastik untuk
mencegah tegerusnya dinding kolam oleh aliran air.
3.Tambak
4. Jaring apung
5. Jaring tancap
6. Keramba dan kombongan
7. Sawah
8. Pen culture (kandang)
9. Sekat (enclosure)
10. Longline dan rakit
11. Bak, akuarium, tangki, dan resirkulasi